Perang dingin antara full time mom and working mom is on, wherever it is diatas kertas, dilapangan bahkan di socmed pun perang berlangsung. Seumur hidup saya, saya tidak mengenal istilah itu, jadi kali ini saya bercerita soal saya si wanita bekerja dan ibu saya sebagai ibu rumah tangga
Saya ibu dari satu anak dan bekerja, orang-orang menyebut saya adalah working mom. Ketika saya bekerja yang saya ingat adalah bagaimana pekerjaan saya cepat selesai agar saya bisa menemani putri saya bermain. Ketika saya bekerja yang saya lakukan adalah memastikan anak saya memakan makanannya dengan lahap, dan meminum susunya. Ketika saya bekerja yang saya ingat adalah tabungan pendidikan untuk putri saya, karna saya bermimpi ia harus mendapatkan pendidikan terbaik. Ketika saya memutuskan bekerja bagian yang paling penting adalah apakah anak dan suami saya mendapatkan fasilitas kesehatan terbaik. Disaat saya bekerja saya memastikan baju-baju anak saya yang kekecilan diganti dengan yang baru, membeli obat luka akibat bekas gigitan nyamuk yg tak kunjung hilang , BAB nya yang mulai berubah, bagaimana caranya ia bebas bau tangan, menemaninya belajar duduk, mengajari putri saya minum dari gelas. Disaat saya bekerja saya memastikan apakah suami saya mendapatkan makanan yg seimbang, apakah kaus kakinya di lipat sesuai urutan, apakah ia menjalankan program olahraganya setiap hari, apakah ia istirahat yg cukup, apakah saya sudah cukup menjadi istri yg baik baginya
Ibu saya seorang ibu rumah tangga, orang-orang menyebutnya full time mom. But for me she is working mom. Ketika ia dirumah ia memastikan asistennya memasak makanan yg sehat bagi kami, memisahkan lauk ayah karna ayah makan terakhir. Ia memastikan kami mengerjakan PR dan mengontrol perkembangan pelajaran kami setiap hari. Jadwalnya sehari-hari adalah mengantar dan menjemput kami bertiga (kakak, saya, adik), mengantar dan menjemput ayah ke kantor dan praktek, berbelanja kebutuhan logistik serumah, mengantarkan kami les bahasa inggris dan matematika 2x seminggu, dan masih sempat untuk mengurusi bisnis cicilan seprai nya. Ketika saya menjadi tim aubade sekolah, ibu saya menemani saya belajar tangga nada ketika semua orang sudah tertidur. Setiap minggu ia mengajak kami latihan berenang, karena ia takut kami menjadi anak kuper nantinya. Ia memaksa kami belajar bahasa inggris ketika kami berumur 8tahun karena ia takut kami tak bisa sekolah di Amerika bila tak bisa bahasa Inggris. Ketika saya mendapatkan menstruasi pertama, ia orang pertama yang mengajari saya apa artinya di perkosa, apa artinya ketika anak lelaki memegang bagian tubuh saya. Ia terkadang tidak ada ketika saya membutuhkan, ketika saya menjalani ujian kelulusan SMP beliau tidak dirumah karena harus menemani ayah yang harus opname, ketika saya putus dengan pacar saya ia bahkan tidak ada dirumah.
Saya tidak melihat ibu saya diam dirumah dan berpangku tangan menunggu ayah pulang. Dia bekerja, memastikan rumah tangganya berjalan sebaik baiknya. Ia memang tak selamanya ada buat saya, tetapi saya tidak pernah lupa pada siapa saya memanggil ibu. Saya tidak pernah lupa siapa yang membentuk diri saya saat ini, karena saya tau tanpa beliau saya nol besar.
Semua ibu memastikan anak-anak dan suami mereka mendapatkan yang terbaik. Caranya bisa berbeda, karena semua ibu menghadapi situasi yg berbeda pula. Tidak ada ibu yang lupa pada anaknya, begitu juga anak yg lupa akan ibunya. Karena ibu dan anak adalah satu tubuh yang tidak bisa dipisahkan.
There is no full time mom, nor half time mom or working mom, its just mother. Stay at home or working women just like me all of us are running on the same lane. So stop shoot each other with those "full time mom" and "working mom" thing, coz at the end all of you are a mother